Monday, May 5, 2008

Masa-masa Awal al-Garb al-Islami

Hisyam Ja'ith menulis buku "Ta'sis al-Garb al-Islami, al-Qarn al-Awwal wa at-Tsani al-Hijri".

Buku ini terdiri dari lima makalah yang ditulisnya secara mendalam ketika awal masa intelektualitasnya. Temanya disatukan oleh "Barat Islam/al-Garb al-Islami".

Dalam penjelasan sekilas buku disebutkan bahwa ada masa sekitar satu abad sejak penaklukan Afrika Utara oleh Musa Bin Nushair sekitar 86 H sampai berdirinya dinasti Agalibah tahun 184 H yang luput dari penelitian mendalam para ahli. Padahal pada masa itu terjadi pembangunan institusi sosial-ekonomi-kebudayaan yang intensif. Buku ini datang untuk mengisi ruang kosong tersebut.

Untuk memahami sejarah awal kawasan Barat Islam ini, merujuk buku ini adalah sebuah keharusan.

Pemikiran Dr. Thaha Abdurrahman-1

Dr. Thaha Abdurrahman, digelari 'al-failasuf al-magribi', disebut-sebut sebagai pemikir paling kreatif di Maroko, bahkan mungkin di dunia Arab-Islam.

Kelebihan beliau adalah kemampuannya untuk membuat konsep-konsep baru terutama di bidang yang menjadi keahliannya: mantiq (logika) dan bahasa.

Dalam buku-nya: al-Lisan wa al-Mizan aw at-Takautsur al-Aqli (terbitan I, 1998) beliau bercerita tentang perjuangannya membangun pengajaran filsafat (khususnya manthiq) di Universitas Mohamad V Rabat, dimulai sejak selepas beliau menuntaskan studi-nya di Perancis, awal 1970-an.

Kendala terberat yang beliau sebut adalah betapa merasuk-kuatnya logika aristotelian (logika formal) di kalangan civitas akademika; pejabat universitas dan kolega sesama dosen. Padahal sejak setengah abad belakangan, menurut beliau, logika ini sudah dipukul balik oleh logika baru (manthiq jadid, logika simbolik-manthiq ramzi). Logika baru ini sudah mengalami perkembangan luar biasa: meluas, membanyak dan mendalam, hubungannya dengan cabang ilmu lain semisal linguistik, matematika dan informasi menjadi semakin kuat.

Dalam bukunya ini, Dr. Thaha membuktikan beberapa pemikirannya yang berbeda dari apa yang ramai diketahui khalayak akademis, antara lain:
1. 'al-Bayan' berarti berlogika, ia bukan terutama menunjuk kata-kata, tetapi nalar di balik kata-kata tersebut, sehingga dengan demikian, al-bayan sama dengan al-burhan. Bahkan, Dr. Thaha berpendapat bahwa al-bayan lebih tinggi dari al-burhan, karena al-bayan lebih khusus dari al-burhan. Sehingga setiap al-bayan, pasti al-burhan, tetapi tidak setiap al-burhan itu al-bayan. Karena tidak semua apa yang ada dalam pikiran disampaikan dengan kata-kata yang bagus dan pas sehingga belum bisa disebut al-bayan, meskipun ia sudah bisa disebut al-burhan.

2. Akal manusia bukanlah benda statis yang dihinggapi sifat berubah-ubah, tetapi akal adalah kerja. Sehingga akal bukan hanya luas, tapi banyak. Sehingga, akal yang berguna adalah akal yang senantiasa bekerja dan menaikkan nilai kemanusiaan. Kesimpulan ini, membuat Dr. Thaha melampuai penghadapan tradisi (turas) vs modernitas (hadatsah) atau keaslian (ashalah) vs kekinian (muasharah).