Tuesday, December 16, 2008

Cerita Peradaban di Duha al-Islam

Ahmad Amin, penulis serial fajr-duha-dzuhr al Islam, tak pelak adalah salah seorang penulis peradaban Islam terbaik yang dimiliki dunia Arab Islam di abad ke-20. Detil deskripsinya sunggung mengagumkan. Kita diajak untuk seolah merasakan keagungan peradaban ini sejak lahir sampai masa matangnya.

Salah satu pengantar terbaik memahami masa jaya peradaban Islam di dua pusat-nya: Bagdad dan Andalusia adalah Duha al Islam, buku kedua dari serial karya Ahmad Amin ini.

Di buku ini, kita bisa temukan bagaimana cerita pertemuan tiga peradaban besar: Yunani, India dan Arab yang dibingkai oleh kekuatan spiritual dan intelektual Islam yang kemudian membentuk dua pusat peradaban baru di dua tempat berbeda itu.

Hingga kini, jejak dua pusat peradaban Islam ini membentuk dua corak intelektual Islam yang berbeda, sebagaimana diintrodusir al-Jabiri,: lebih politis-teologis di Timur dan lebih sosiologis-filosofis di Barat.

Monday, May 5, 2008

Masa-masa Awal al-Garb al-Islami

Hisyam Ja'ith menulis buku "Ta'sis al-Garb al-Islami, al-Qarn al-Awwal wa at-Tsani al-Hijri".

Buku ini terdiri dari lima makalah yang ditulisnya secara mendalam ketika awal masa intelektualitasnya. Temanya disatukan oleh "Barat Islam/al-Garb al-Islami".

Dalam penjelasan sekilas buku disebutkan bahwa ada masa sekitar satu abad sejak penaklukan Afrika Utara oleh Musa Bin Nushair sekitar 86 H sampai berdirinya dinasti Agalibah tahun 184 H yang luput dari penelitian mendalam para ahli. Padahal pada masa itu terjadi pembangunan institusi sosial-ekonomi-kebudayaan yang intensif. Buku ini datang untuk mengisi ruang kosong tersebut.

Untuk memahami sejarah awal kawasan Barat Islam ini, merujuk buku ini adalah sebuah keharusan.

Pemikiran Dr. Thaha Abdurrahman-1

Dr. Thaha Abdurrahman, digelari 'al-failasuf al-magribi', disebut-sebut sebagai pemikir paling kreatif di Maroko, bahkan mungkin di dunia Arab-Islam.

Kelebihan beliau adalah kemampuannya untuk membuat konsep-konsep baru terutama di bidang yang menjadi keahliannya: mantiq (logika) dan bahasa.

Dalam buku-nya: al-Lisan wa al-Mizan aw at-Takautsur al-Aqli (terbitan I, 1998) beliau bercerita tentang perjuangannya membangun pengajaran filsafat (khususnya manthiq) di Universitas Mohamad V Rabat, dimulai sejak selepas beliau menuntaskan studi-nya di Perancis, awal 1970-an.

Kendala terberat yang beliau sebut adalah betapa merasuk-kuatnya logika aristotelian (logika formal) di kalangan civitas akademika; pejabat universitas dan kolega sesama dosen. Padahal sejak setengah abad belakangan, menurut beliau, logika ini sudah dipukul balik oleh logika baru (manthiq jadid, logika simbolik-manthiq ramzi). Logika baru ini sudah mengalami perkembangan luar biasa: meluas, membanyak dan mendalam, hubungannya dengan cabang ilmu lain semisal linguistik, matematika dan informasi menjadi semakin kuat.

Dalam bukunya ini, Dr. Thaha membuktikan beberapa pemikirannya yang berbeda dari apa yang ramai diketahui khalayak akademis, antara lain:
1. 'al-Bayan' berarti berlogika, ia bukan terutama menunjuk kata-kata, tetapi nalar di balik kata-kata tersebut, sehingga dengan demikian, al-bayan sama dengan al-burhan. Bahkan, Dr. Thaha berpendapat bahwa al-bayan lebih tinggi dari al-burhan, karena al-bayan lebih khusus dari al-burhan. Sehingga setiap al-bayan, pasti al-burhan, tetapi tidak setiap al-burhan itu al-bayan. Karena tidak semua apa yang ada dalam pikiran disampaikan dengan kata-kata yang bagus dan pas sehingga belum bisa disebut al-bayan, meskipun ia sudah bisa disebut al-burhan.

2. Akal manusia bukanlah benda statis yang dihinggapi sifat berubah-ubah, tetapi akal adalah kerja. Sehingga akal bukan hanya luas, tapi banyak. Sehingga, akal yang berguna adalah akal yang senantiasa bekerja dan menaikkan nilai kemanusiaan. Kesimpulan ini, membuat Dr. Thaha melampuai penghadapan tradisi (turas) vs modernitas (hadatsah) atau keaslian (ashalah) vs kekinian (muasharah).

Thursday, April 24, 2008

Soal Istilah al-Garb al-Islami (Barat Islam)

Istilah al-Garb al-Islami, di Maroko, lazim dipakai untuk menunjuk warisan intelektual Islam (turas Islami) dari masa keemasan peradaban Islam yang berpusat di Andalusia.

Terlepas dari pro-kontranya, al-Jabiri secara tegas dan konsisten membedakan dua kaukus pemikiran Islam dalam batas-batas geografis barat (berpusat di Andalusia) dan timur (berpusat di Irak). Ciri-cirinya, barat mewakili pemikiran yang aristotelian dan logis; timur mewakili pemikiran yang platonik dan hellenestik. Penjelasan dua kubu genealogis-epistemologis ini, misalnya kita temukan di buku: Binyah al-Aql al-Arabi dari serial tetralogi kritik nalar arab-nya al-Jabiri.

Pemikir Maroko lain yang menegaskan kekhasan ini, misalnya, adalah Dr. Abdul Majid as-Shugair. Pakar sejarah pemikiran ini misalnya menyebut beberapa padanan tokoh 'barat islam' yang memiliki karya tandingan dari tokoh 'timur islam' dalam berbagai bidang pengetahuan. Kalau misalnya, Ibnu Rusyd adalah padanan al-Gazali di filsafat, maka di pemikiran politik, Ibnu Farhun dengan kitabnya: Tabshirat al-Hukkam fi Ushul al-Uqdliyah wa Manahij al-Ahkam adalah tandingan al-Mawardi dengan kitab al-Ahkam as-Shulthaniyah-nya.

As-Sughair menyebut nama tokoh yang menjelaskan kekhasan pemikiran Andalusia untuk membedakannya dari pemikiran masyriq (timur, bagdad dan sekitarnya). Ada di sini, Abu al-Hajjaj Yusuf Ibnu Thalmus dalam kitabnya: al-Madkhal li Shina'at al-Manthiq; al-Maqarri al-Hafid dalam kitabnya: Azhar ar-Riyadl. (Wawancara di Majalah al-Ihya', edisi 26, Nov 2007, h. 43)

Sunday, April 20, 2008

Sejarah Andalusia

Nama besar yang melekat dengan sejarah Andalusia adalah Musa Bin Nushair. Beliaulah yang membuka jalan perluasan wilayah Islam ke Afrika Utara. Dalam perjalanan perluasan ini, muncul kemudian nama: Thariq Bin Ziyad yang memimpin pasukan pertama memasuki dataran benua Eropa (Andalusia).

Apa yang kemudian dikenal dengan khilafah di Andalusia dimulai pada tahun 711 M dan berakhir tahun 1492 M. Selama sekitar 7 abad kekuasaan khilafah Bani Umayyah di Andalusia inilah, peradaban Islam: seni, arsitek, ilmu-ilmu syar'i, pembangunan infrastruktur, berkembang pesat, sebelum akhirnya runtuh dengan jatuhnya Granada di tangan pasukan Katolik pada abad ke-15 M itu.

Sekilas perjalanan sejarah ini, bisa dibaca disini.

Saturday, April 19, 2008

persembahan

Andalucia Center adalah media informasi dan studi tentang peninggalan kejayaan peradaban Islam di Andalusia, Spanyol. Warisan itu kini menjadi milik bersama umat Islam terutama mereka yang tinggal di negeri-negeri magrib arabi (kawasan afrika utara) mencakup Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya dan Mauritania.

Banyak nama ulama besar yang dilahirkan oleh era puncak peradaban ini, semisal: Ibnu Rusyd (filsafat), as-Shathibi (Maqashid), al-Qurthubi, Qadhi Iyadl (Tafsir), Ibnu Abdil Barr (Hadits), Ibnu Arabi (Tasawuf), Sahnun, Ibnu Hazm (Fiqh), Ibnu Khaldun (ilmu sosial) dan lain-lain.

Blog ini didedikasikan untuk menelusuri jejak kekayaan peradaban tersebut, ulama dan karya-karya yang lahir darinya hingga hari ini. Semoga bermanfaat...